Sesungguhnya pada setiap penyakit terdapat obat yang sudah Allah sediakan. Maka walaupun tampak sukar, menumbuhkan sifat sabar bukanlah hal yang mustahil dengan pertolongan-Nya. Dan obat bagi ketidaksabaran terdiri atas dua jenis, yakni ilmu dan amal —di mana dari keduanya dapat dihasilkan campuran-campuran obat-obat untuk berbagai penyakit hati yang ada.
Sabar itu ibarat peperangan antara pembangkit agama dengan pembangkit hawa-nafsu. Maka tiada jalan bagi kita bila ingin memperoleh kemenangan agama: kita harus melemahkan pembangkit nafsu syahwat, dan menguatkan pembangkit agama.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kalian (ishbiruu), dan hendaklah kalian saling sabar-menyabarkan (shabiruu), dan teguhkanlah tekad kalian (raabithuu), dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat kemenangan. — Q.S. Ali 'Imran [3]: 200
Adapun jalan untuk melemahkan pembangkit nafsu syahwat itu ada tiga perkara:
1. Memutuskan keterikatan, bahwa kita terikat kepada benda yang menguatkan nafsu syahwat. Maka, tidak boleh tidak, kita harus belajar memutuskan keterikatan itu. Misalnya, keterikatan kepada makanan diputus dengan berpuasa.
2. Memadamkan api. Sesungguhnya nafsu syahwat itu dapat berkobar dengan pandangan kepada hal-hal yang dapat memancing nafsu syahwat. Rasulullah SAW bersabda, "Pandangan itu adalah salah satu panah beracun dari panah-panah iblis." Menjaga pandangan dari hal-hal tercela, menjaga telinga dari ucapan-ucapan kotor, menjaga langkah kaki dari tempat-tempat yang tidak pantas, menjaga pikiran dari bacaan-bacaan yang tidak bermanfaat, merupakan langkah-langkah memadamkan api nafsu syahwat.
3. Mencari jalan yang halal. Setiap manusia tentu memiliki kebutuhan jasmaniah yang harus dipenuhi, baik makanan, pakaian, maupun pasangan. Maka semua itu dapat dipenuhi dengan menjaga diri dengan syari’at yang kuat, yakni mencari jalan yang halal atas setiap kebutuhan hidup.
Inilah tiga jalan yang mampu melemahkan tentara nafsu syahwat. Langkah pertama seperti halnya memutuskan makanan bagi anjing yang ganas supaya ia lemah, lalu hilanglah kekuatannya. Langkah kedua mencegah anjing yang ganas itu agar tidak mencium bau amis daging dan darah, sehingga perut sang hewan tidak tergerak lantaran melihat dan mencium makanan kesukaannya. Langkah ketiga menghias diri dengan sesuatu yang sedikit, mencukupkan diri dengan yang halal, dari kebutuhan tabiat manusia.
Adapun jalan untuk menguatkan pembangkit agama ada dua perkara:
1. Menuntut ilmu. Ilmu adalah cahaya. Cahaya yang memadamkan kegelapan dan menerangi hati. Mengetahui kelebihan dan keutamaan sabar bagi kehidupan di dunia dan akhirat, merupakan salah satu ilmu yang bermanfaat dan menguatkan agama. Dengan pengetahuan tentang sabar, seseorang menjadi “gemar” dengan musibah, karena telah jelas baginya apa yang semu dan apa yang kekal abadi.
2. Belajar mujahadah. Hendaknya kita membiasakan diri berperang melawan pembangkit hawa nafsu secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, hingga ia memperoleh lezatnya kemenangan sebuah pertempuran. Dengan demikian muncul keberanian dan kuatnya tekad ketika berjuang melawan hawa nafsu tersebut. Sesungguhnya kebiasaan dan selalu melatih diri dengan perbuatan-perbuatan yang sulit itu mengokohkan kekuatan kita.
Maka siapa yang meninggalkan mujahadah, niscaya lemahlah pembangkit agamanya, dan ia tidak kuat melawan nafsu syahwat meski nafsu syahwat itu lemah. Dan siapa yang membiasakan diri menentang hawa nafsu, niscaya suatu ketika dia akan semakin kuat untuk dapat mengalahkan hawa nafsu itu mana kala dikehendakinya.
Mencapai Tingkatan Tertinggi Kesabaran
Manusia senantiasa mencari kebahagiaan. Tetapi syaithan dan hawa nafsu selalu mengajak kepada kebahagiaan yang semu dan segera, dan tidak mengimani kebahagiaan sejati dan abadi. Orang-orang yang tertipu dalam memperoleh kebahagiaan yang segera itu digambarkan melalui firman Allah Ta'ala:
Jangan! Tetapi kamu mencintai kehidupan yang cepat (‘ajilah, kehidupan dunia). Dan meninggalkan hari akhirat.
– Q.S. Al-Qiyaamah [75]: 20-21
Sesungguhnya orang-orang itu mencintai kehidupan yang cepat, dan meninggalkan di belakang mereka hari yang berat.
– Q.S. Al-Insaan [76]: 27
Berpalinglah kamu dari orang yang tiada mempedulikan pengajaran Kami dan hanya menginginkan kehidupan dunia semata. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka.
– Q.S. An-Najm [53]: 29-30
Sesungguhnya kesenangan hidup di dunia ini dibandingkan dengan akhirat hanyalah sedikit (harganya).
– Q.S. At-Taubah [9]: 38
Mengenai Q.S. Ali ‘Imran [3]: 200 sebagaimana terdapat di awal tulisan, Imam Al-Ghazali mengatakan: “Hendaklah kalian ishbiruu fi'llaah (artinya sabarlah pada jalan Allah), shaabiru bi'llaah (artinya saling sabar-menyabarkanlah dengan sebab Allah), dan raabithuu ma'allaah (artinya perteguhkanlah kekuatanmu bersama Allah).” Bahwa sesunguhnya manusia ada dalam keadaan merugi, kecuali mereka yang beriman, beramal shalih, dan saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran (Q.S. Al-Ashr [103]: 2-3).
Adapun tingkat terberat dari segala macam sabar itu adalah mencegah batin dari bisikan nafsu (haditsun nafsi), di mana bisikan syaitan senantiasa menarik nafsu itu pada hal-hal yang tidak diridhai agama. Maka untuk mencapai maqam sabar tertinggi tiada obat selain memutuskan semua hubungan lahir dan batin dari segala keterikatan dunia dan dengan tauhid yang kuat: menjadikan cita-cita tertuju hanya ke pada Allah Ta'ala.